Kisah Dibalik Pembuatan Alquran Raksasa

Menoreh.co – Alquran dengan ukuran kecil sudah biasa, namun di tangan Hayatuddin, kitab suci umat Islam ini disulap dengan ukuran raksasa. Sudah lebih dari sepuluh alquran raksasa ia tuliskan. Kini karyanya sudah tersebar ke berbagai daerah bahkan sampai ke Brunei Darussalam.
Pembuatan alquran dengan ukuran besar ini dimulai Hayatuddin sejak tahun 1991. Dia diperintah oleh KH Muntaha Al-Hafidz, yang merupakan ulama kharismatik asli Wonosobo. Alquran akbar ini terinspirasi dari karya serupa yang dibuat oleh kakek dari KH Muntaha kala melaksanakan ibadah haji.
Hayatuddin menjelaskan usai alquran tersebut ditulis, disimpan di sebuah padepokan di Kalibeber. “Saat Belanda menyerang Kalibeber, KH Asyari (putra KH Abdurrahman) mengungsi ke daerah Dhero Dhuwur. Usai gempuran tersebut, alquran besar ini hilang, diperkirakan dibakar Belanda,” beber Hayatuddin saat ditemui di Masjid Baitul Quran KH Muntaha Al Hafidz, Rabu (6/4).
KH Muntaha atau yang lebih dikenal dengan Mbah Mun, lanjut Hayatuddin, ingin meneruskan karya kakeknya. Bukan sekedar membuat maha karya saja, melainkan lebih dari itu, yakni sebagai simbol untuk mengagungkan dan membesarkan alquran. “Alquran tidak hanya dibaca saja, tapi disyiarkan juga. Sehingga bisa dinikmati, dibaca dan diamalkan oleh ummat islam di seluruh dunia,” tutur pria yang juga seorang dosen Kaligrafi dan Ilmu Tajwid di UNSIQ Wonosobo.
Hayattudin menjelaskan ada tiga ukuran alquran bikinannya, mulai dari yang paling kecil yakni 1 meter x 75 sentimeter. Ukuran sedang 1,5 meter x 1 meter, sedangkan yang paling besar 2 meter x 1,5 meter. “Untuk beratnya yang paling besar mencapai 5 kilo,” kata dia sambil menorehkan tinta di satu lembar manila besar.
Pada saat pertama kali pembuatannya, dia mengaku agak kesulitan terkait peralatan yang digunakan. Beruntungnya ia mendapat bantuan kertas art paper dari Menteri Penerangan Harmoko kala itu, lalu untuk tinta dia racik sendiri dengan tinta cina dan larutan teh. Dalam penggarapannya, dia tak sendiri, terdapat tim pembuat ornamen dan pengkoreksi. Proses pembuatannya memakan waktu cukup lama yakni 1,5-3 tahun, dari awal pembuatan sketsa garis dan tulisan, ditebali dengan tinta, diberi ornamen, terkahir pengkoreksian.
Dalam proses penulisan, alat tulis yang dipakai adalah Pena yang dirancang sendiri dari Bambu aura atau dalam bahasa Jawanya Pring Wulung. Mereka menggunakan Bambu Aur karena setelah mereka berdua mencari pena ke kota Surabaya dan Jakarta, mereka berdua tidak menemukan alat tulis yang bisa menghasilkan tulisan setebal 1cm.
Untuk tambahannya, tinta yang dipakai untuk penulisan adalah tinta hasil dari adonan sendiri yaitu tinta cina yang dicampur dengan air the sebagai bahan pengawet sehingga bisa bertahan hingga puluhan tahun.
Selain itu, untuk tempat tinta mereka menggunakan mangkok yang terbuat dari tanah liat. Oleh karenanya, hal tersebu terbukti dengan menggunakan pena jenis bambu aur, goresan yang dihasilkan lebih rapih dan bersih dibandingkan dengan tinta lainnya.
Sudah ada 11 alquran raksasa yang dibuat oleh Hayatuddin kini dia sedang menggarap karyanya yang ke 12 dan 13. Karyanya sudah tersebar ke beberapa daerah di Indonesia, seperti Jakarta, Semarang, Makassar, Depok, Polewali Mandar, Batang, bahkan hingga Brunei Darussalam. Pembuatan alquran raksasa ini dipusatkan di dua tempat yakni gedung pasca sarjana UNSIQ dan Masjid Baitul Quran KH Muntaha Al Hafidz, Mojotengah. “Rencana ke depan ingin terus menulis alquran selama hidup saya,” pungkas Hayatuddin.
Karya ini sudah terkenal di berbagai penjuru. Bayt Al-Quran dan Museum Istiqlal yang berlokasi di Komplek Taman Mini Indonesia Indah (TMII), Jakarta Timur salah satunya menyimpan sejarah penulisan manuskrip Alquran dari masa ke masa. Salah satunya, Mushaf Alquran Wonosobo.
Mushaf Al-Quran tersebut dibuat sekitar 17 bulan dimana pembuatannya dimulai dari Tanggal 16 Oktober 1991 sampai 5 Februari 1993. Al-Quran raksasa tersebut memiliki ukuran halaman 150 X 200 cm, dan ukuran teks 80 x 130 cm , atau 2 X 3 m bila dibuka dan ditulis diatas kertas berukuran 1,5 X 2 m dengan menggunakan kertas manila. Mushaf Al-Quran tersebut memuat 30 Juz atau 605 halaman serta beratnya mencapai 165 kg sehingga diperlukan 8 orang untuk mengangkatnya.
Untuk sampulnya, dibuat dari kayu jati yang dilengkapi dengan penguat dari besi tahan karat. Dengan seperti ini, berat keseluruhan Alquran ini adalah 3 Kuintal. Alquran tersebut ditulis dengan khat naskhi dan dihiasi dengan iluminasi yang sederhana.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Next Post

Pemkab Wonosobo Bakal Gelar Event Balon Udara, Berikut Tanggal dan Tempatnya

Ming Apr 24 , 2022
WONOSOBO, menoreh.co – Pemkab Wonosobo melalui Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) bakal gelar festival lomba balon udara tradisional di awal bulan mei mendatang. Kepala Disparbud Wonosobo Agus Wibowo mengatakan festival balon udara tradisional biasanya dilaksanakan dalam rangka memperingati syawalan. ” Event ini adalab ebagai wadah bagi kreatifitas seniman balon udara […]

Kamu mungkin suka